“Marketing is no longer about the stuff you make, but about the stories you tell”
Seth Godin
Kecenderungan mudah terdistraksi dan sulit fokus pada suatu hal (short attention span) membuat para content creator perlu mencari cara agar kontennya bisa lebih menarik bagi para audience.
Untuk mengatasinya, seperti yang dikatakan Seth Godin, kita perlu menerapkan strategi dengan memanfaatkan the power of storytelling. Tapi, kenapa harus storytelling?
Dikutip dari HubSpot Academy, selain mudah dipahami dan menginspirasi, kita lebih mudah mengingat dan tertarik dengan sesuatu yang melibatkan emosi (dibandingkan dengan logika). Hal itulah yang menjadi kelebihan dari story.
Storytelling bisa digunakan pada konten blog, media sosial, maupun konten video. Untuk bisa menggunakan storytelling dalam content marketing, ada 3 elemen esensial storytelling yang perlu dipersiapkan dengan baik.
Karakter
Karakter dalam storytelling merupakan penghubung antara kita dengan audience. Ada 3 point of view (PoV) atau sudut pandang dalam membuat konten.
- Orang pertama: Aku/ Kita
Sudut pandang pertama ‘Aku’ dapat digunakan untuk menggambarkan narasi dari PoV brand, ataupun audience. Gaya penceritaan first person ini juga bisa memberikan benefit membangun authority.
- Orang ke-2: Anda
Sudut pandang kedua ini merupakan audience. PoV ini digunakan banyak content creator karena memberikan kesan berbicara secara personal pada target customer.
Dilansir dari skyword.com, dalam riset yang dilakukan Journal of Interactive Marketing, POV orang kedua lebih dapat menarik perhatian konsumen begitu berhubungan dengan pesan brand online, seperti blog maupun postingan sosmed.
- Orang ke-3: Dia
PoV ini seringkali digunakan untuk karakter entah itu fiksi atau non-fiksi, seperti menggunakan jasa endorse para influencer. Meskipun menggunakan sudut pandang orang ke-3, tapi sama halnya dengan PoV pertama & kedua, juga bisa meningkatkan kepercayaan audience.
Konflik
Dalam content marketing, bisakah kamu menebak siapa yang jadi tokoh utama di cerita? Jawabannya adalah target customer. Brand atau pembuat konten berperan sebagai mentor yang membantu dalam memberikan solusi.
Untuk memastikan konflik yang kamu angkat tepat sasaran, kamu bisa melakukan riset buyer persona. Ada 3 tahap yang akan dirasakan customer dalam konteks ini, yaitu awareness, consideration stage, decision stage.
Pastikan story yang dibuat bisa memunculkan emosi, seperti harapan, rasa penasaran, excited, ataupun rasa haru.
Resolusi
Resolusi berisikan tujuan dari cerita, serta menjelaskan tujuan dari story, yakni memberikan solusi. Resolusi memberikan konteks dan emosi sehingga customer merasa relate dengan story yang kita buat.
Contoh Storytelling
- Blog
Dalam bentuk blog post, storytelling bisa ditemukan pada konten ‘Improve Your Audio: How to Reduce Echo in Your Video’ dengan PoV kedua.
- Media sosial
Di social media, salah satu strategi storytelling terlihat pada pemasaran produk jam tangan kayu, Matoa, brand asal Indonesia.
- Video
Contoh storytelling dalam bentuk video yang sangat berkesan terlihat dalam ad Thailand. Salah satunya adalah iklan dari perusahaan komunikasi ‘True Move’ ini.
Selain memahami ketiga elemen storytelling, hal yang tak boleh terlupakan adalah membuat story yang menarik sejak awal, bukan hanya pada bagian akhirnya saja.
Kalau punya contoh lain berkaitan dengan storytelling, silahkan sharing di kolom komentar =)